Senin, 07 Januari 2008

SEKILAS PROFIL PEREMPUAN PEDESAAN DI AREAL EKS PLG



Ketika hutan tak lagi menjadi kawan….Bagaimana nasib kami ? tanya seorang ibu paruh baya. Tergambar di raut wajahnya kekuatiran akan kelansungan kehidupan keluarganya. Setelah selama turun temurun dimanja oleh alam. Hampir segala kebutuhan tersedia dengan mudahnya. Adapun mata pencaharian utama yaitu mengumpul hasil hutan terutama rotan, menangkap ikan dengan metode Beje, dan berladang. Mereka masih terbiasa menganut cara-cara kehidupan yang tradisional. Keadaan ini mulai terusik sejak dibuka proyek lahan gambut (PLG) sejuta hektar oleh pemerintah. Penebangan hutan besar-besaran untuk lahan pertanian transmigrasi mengubah sistem ekologi yang ada selama ini. Alam tidak lagi bisa menjadi sumber kehidupan. Sementara harga-harga kebutuhan pokok kian melonjak tak terkendali. Gambaran inilah yang dialami sebagian besar desa-desa lokal di areal eks PLG.
Pada awal pembukaan lahan berbagai pihak terlihat begitu antusias. Hampir seluruh penduduk pun mengijinkan tanahnya untuk dibuka. Selang beberapa tahun kemudian, diluar dugaan ternyata proyek PLG sejuta hektar mengalami kegagalan. Kesulitan untuk mengolah gambut merupakan penyebab utamanya. Mulailah terjadi berbagai bencana di atas hamparan lahan tersebut. Pada musim kemarau sering terjadi kekeringan disertai kebakaran gambut. Sedangkan pada musim hujan terjadi banjir yang kedalamannya lebih dari 1 meter. Peduduk yang mengandalkan kebutuhan sehari-hari dari hasil alam sangat mengalami kesulitan. Hampir setiap pergantian musim mereka mengalami kekurangan pangan sehingga mulai banyak yang pindah ke daerah lain. Kegiatan merantau terutama dilakukan oleh kaum laki-laki sebagai pencari nafkah keluarga.
Pemerintah dan berbagai pihak yang peduli memang berusaha memperbaiki lahan eks PLG tersebut. Kemudian mulai dicanangkan program Rehabilitasi PLG. Berbagai kegiatan yang mendukung terus dilakukan mulai dari perangkat hukum sampai pembangunan sarana dan prasarana. Selama bertahun-tahun daerah yang terisolasi karena transportasi ke daerah tersebut hanya bisa dilakukan lewat sungai. Dengan pembuatan jalan darat mulai membuka akses. Pendirian bangunan sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Lanjutan Atas. Layanan provider telepon seluler dan layanan stasiun televisi serta radio sebagai sarana informasi komunikasi bisa dinikmati. Kehidupan masyarakat yang tradisional perlahan mulai beralih menjadi lebih moderen. Tapi apakah semua itu membuat taraf hidup masyarakat semakin membaik terutama kaum perempuan ?
Berdasarkan hasil survey penulis maka diketahui secara umum profil perempuan pedesaan setelah dibukanya PLG sejuta hektar. Responden untuk angket diambil secara acak. Usia responden yaitu perempuan yang berkisar antar 17 tahun sampai 60 tahun, dengan pertimbangan usia tersebut tergolong produktif menurut kebiasaan setempat. Dengan latar belakang sosial dan pendidikan yang berbeda.
Tingkat pendidikan perempuan umumnya cukup baik sebesar 97,1 % sudah mengecap bangku sekolah dengan persentase terbesar sudah melanjutkan sampai Sekolah Menengah Atas (42,9%). Berarti bisa dikatakan hampir terbebas dari buta huruf. Hal ini mencerminkan bahwa usaha pemerintah dengan membangun sekolah tersebut mendapat respon positif. Tetapi secara ekonomi kemampuan masyarakat untuk sampai ke perguruan tinggi masih sangat kurang. Terbukti dari total responden hanya 2,9 % yang pernah duduk di perguruan tinggi. Sebenarnya banyak perempuan terutama generasi muda yang mempunyai keinginan kuliah. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah atau lembaga pendidikan tinggi lebih memperbanyak bantuan pendidikan sehingga harapan perempuan desa tersebut dapat terwujud.
Perbaikan tingkat pendidikan perempuan di pedesaan ternyata belum signifikan dengan perbaikan jenis pekerjaan bahkan tingkat penghasilannya. Dominan dari mereka hanya menjadi ibu rumah tangga saja. Kondisi ini dipengaruhi oleh pola pikir perempuan yang masih berpendapat bahwa pencari nafkah utama adalah laki-laki. Sementara perempuan menjadi pencari nafkah tambahan saja. Umumnya mereka mengisi waktu luang dengan menjawet (menganyam rotan). Tetapi produksinya hanya berupa bahan baku untuk kerajinan. Selanjutnya dijual kepada pengumpul untuk dihasilkan kerajinan tangan khas dayak di ibukota kabupaten dan propinsi. Harga hasil jawet tersebut hanya sekitar Rp 4000 – 6000 per ikat. Hasil penjualannya bahkan hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Keadaan ini menyebabkan rendahnya tingkat ekonomi. Sebagian besar perempuan yang mempunyai penghasilan tidak tetap masih bergantung dengan suami dan orangtua maupun kaum kerabat yang lebih berkecukupan.
Namun demikian para perempuan tetap mempunyai kesadaran tinggi untuk ikut mensukseskan program pemerintah yang ada di desa mereka. Terbukti apabila kaum perempuan diundang dalam suatu rapat desa maka sekitar 80 % menyatakan bersedia mengikuti. Sekitar 50 % dari mereka akan mengeluarkan pendapat dan sekitar 50% tidak berani mengeluarkan pendapat dengan alasan takut salah. Rasio tersebut merupakan potensi yang dapat dikembangkan ke depan. Pemberdayaan perempuan terutama di pedesaan sebagai penopang ekonomi keluarga harus terus ditingkatkan demi kesejahteraan bangsa ini. Semua itu menuntut peran berbagai pihak mulai dari pemerintah sampai keluarga. Supaya kesetaraan gender dan pengurangan angka kemiskinan nyata dalam rangka mensukseskan visi MGDS.

Rabu, 02 Januari 2008

Pembentukan Gambut Kalimantan


Lahan gambut di Indonesia memiliki luasan kurang lebih 20 juta hektar, yang tersebar merata hampir di seluruh wilayah Indonesia seperti di Irian Jaya 4,6 juta hektar, Kalimantan 6,8 juta hektar, dan Sumatera 8,3 juta hektar, hanya sedikit yang terdapat di Jawa, Halmahera, dan Sulawesi yaitu 0,3 juta hektar (Rieley, et al., 1997). Di Indonesia sekitar 3,72 juta hektar (18 % dari total keseluruhan gambut) telah dibuka dan diusahakan (Silvius and Giesen, 1996) dan sedikitnya 500.000 hektar telah menjadi lahan pertanian untuk transmigrasi (Notohadiprawiro, 1996). Luasan gambut di Kalimantan Tengah kurang lebih 3 juta ha meliputi kawasan selatan propinsi ini mulai dari batas timur yaitu Sungai Barito (Kabupaten Kapuas dan Barito Selatan) hingga batas barat sungai Lamandau (Kotawaringin Barat).
Istilah gambut diambil alih dari kosa kata bahasa daerah Kalimantan Selatan (Suku banjar). Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami perombakan. Menurut Andriesse (1988), gambut sebagai jaringan tanaman dan organisme mati lainnya yang sebagian terkarbonisasi melalui suatu proses dekomposisi dalam keadaan basah. Sementara petani menyebut tanah gambut dengan istilah tanah hitam, karena warnanya hitam dan berbeda dengan jenis tanah lainnya (Noor, 2001).
Beberapa peneliti lain dari berbagai negara mendefinisikan gambut atau umumnya disebut peat dengan berbagai nama. Peneliti dari Amerika utara Mitsch dan Gosselink (1993) menyebutnya fen, di Kanada menggunakan istilah musked, di Irlandia, Rusia dan Amerika disebut bog, di Finlandia disebut mire dan moor dikenal di Jerman. Dengan timbulnya perbedaan tersebut maka Soil Survey Staff memberikan panduan dalam sistem taksonomi tanah. Dalam kunci taksonomi tanah (1999), gambut dikelaskan order histosol, yaitu bahan tanaman atau organisme mati yang terlapuk dengan fraksi mineral < ½ berat tanah dan memenuhi syarat-syarat berikut : 1) Jenuh air <> 20% karbon organik, atau
2) Jenuh air selama > 30 hari (kumulatif) setiap tahun dalam tahun-tahun normal dan, tidak termasuk perakaran hidup, mempunyai kandungan karbon organik sebesar :
a) 18% atau lebih, bila fraksi mineralnya mengandung liat 60% atau lebih, atau
b) 12% atau lebih, bila fraksi mineralnya tidak mengandung liat, atau
c) 12% atau lebih ditambah (% liat x 0,1)% bila fraksi mineralnya mengandung < 60% liat.
Pada umumnya gambut di Kalimantan Tengah terbentuk di daerah basah, beraerasi yang buruk, seperti di daerah danau-danau yang dangkal, kolam, rawa dan daerah berlumpur dan hasil akhir dari eutrofikasi alamiah. Eutrofikasi adalah proses yang terjadi di daerah danau dangkal dan kolam yang terjadi pengkayaan unsur-unsur hara kemudian terisi oleh tanaman dan sisa bahan tanaman. Sisa-sisa tanaman terakumulasi di dasar danau yang dangkal dan kolam yang beraerasi dan berdrainase buruk sehingga perombakan terjadi tidak berjalan sempurna (Hasset, et al., 1990 dalam Erwin Simanjuntak, 2003). Proses permulaan sehingga terbentuknya gambut dinamakan “paludisasi” , yaitu proses geogenik (bukan pedogenik), yang dalam hal ini berupa akumulasi bahan organik mencapai ketebalan lebih dari 40 cm. Pada keadaan akumulasi bahan organik tersebut dapat dianggap suatau proses pembentukan bahan induk tanah gambut. Dalam proses pembentukan dan perkembangan tanah gambut selanjutnya bahan induk dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ; kelembaban, susunan bahan organik, kemasaman, aktivitas jasad renik dan waktu (Nurhayati Hakim et al, 1986 ).
Tanah gambut (organik) yang belum didrainase (masih berupa rawa-rawa gambut) oleh Pons (1960) disebut mempunyai profil dengan susunan horison A00G. dalam proses pedogenesis selanjutnya maka terbentuklah horison C dan A1 dari horison G. Proses ini disebut sebagi proses pematangan (ripening) yang dapat dibedakan menjadi: (1) pematangan fisik , (2) pematangan kimia, dan (3) pematangan biologi (moulding).
Pematangan fisik terutama mengakibatkan penyusutan volume tanah. banyaknya penyusutan tergantung dari sifat-sifat sisa tanaman, banyaknya bagian mineral tanah dan tingginya muka air tanah. Proses ini dapat menyebabkan pemadatan gambut sehingga terjadi gejala subsidensi bila terjadi terlalu kuat maka dapat menyebabkan tanah menjadi kering tak balik. Sedangkan pematangan kimia meliputi dekomposisi sebagian atau lengkap dari bahan organik menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan kemudian akan bersatu kembali menjadi bahan organik baru yang sangat resisten yang disebut humus. Pematangan biologi meliputi proses penghalusan bahan-bahan kasar dan mencampuradukkannya yang dilakukan oleh organisme hidup (Sarwono Hardjowigeno, 1993).
Berdasarkan lokasi pembentukannya maka gambut di kalimantan tengah termasuk dalam gambut dataran rendah. Sedangkan berdasarkan tempat akumulasinya termasuk dalam pertama, gambut diendapkan pada daerah cekungan, yaitu di atas tanah tua (Pleistocene terrace) yang berkembang karena pengaruh air hujan atau air tawar dari sungai (ekosistem air tawar). Kedua, gambut pada daerah depresi (tanah alluvial) yang berkembang dalam pengaruh marin (ekosistem marin). Ketiga, gambut yang diendapkan pada daerah di bawah pengaruh antara lingkungan air tawar dan marin (ekosistem payau). Perbedaan tersebut mempengaruhi ketebalan gambut. Jika terdapat di ekosistem air tawar umumnya ketebalan gambut lebih dari 3 m. Sedangkan pada daerah payau atau marin mempunyai ketebalan kurang dari 3 m.
Ketebalan gambut dalam suatu bentang lahan tidak menunjukkan permukaan datar. Berdasarkan pengukuran H. Idak (1986), perbedaan tinggi antara permukaan bagian tengah dengan permukaan bagian tepinya sebesar 2,5 m (Sabiham, 2006). Umumnya topografi lahan gambut memang membentuk kubah (dome). Peningkatan ketebalan menuju kubah kurang 1 meter setiap jarak 1 meter. Contohnya, penampang melintang antara sungai Sebangau dan Sungai Bulan di Kalimantan Tengah sepanjang 24,5 km serta puncak kubah berjarak 16,5 m. Peningkatan ketebalan mencapai 4 m pada jarak 1 – 3 km dari pinggir Sungai Sebangau dengan ketinggian mencapai 4 m di atas permukaan sungai. Wilayah transisi dari hutan rawa campuran ke hutan tiang, pada jarak 3 – 6 km mempunyai ketebalan yang meningkat seiring peningkatan ketinggian permukaan dari sungai antara 6,25 m – 9,00 m. Pada jarak 6 km – 11 km yang merupakan wilayah hutan maka ketebalan gambut meningkat mencapai 10 m (Noor, 2001).
Perkembangan gambut Kalimantan Tengah dipengaruhi salah satunya oleh bentuk topografi. Ada tiga bentuk landform tempat terbentuknya yaitu pertama adalah residu dari bukit berupa tanah tua (podzol) dan saprolite akibat terjadinya erosi. Tersebar pada dataran diatas 100 – 150 m, contohnya di desa Tangkiling. Kedua yaitu dataran kerangas berupa deposit dari pasir putih yang berada diantara dua bukit (hill). Pembentukanya terjadi pada jaman Pleistosen. Ketiga, dataran banjir akibat pengaruh luapan sungai yang dipengaruhi oleh transgresi air laut.

Rabu, 12 Desember 2007

REAKSI TANAH (pH)


Pada umumnya reaksi tanah baik tanah gambut maupun tanah mineral menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion Hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion‑ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya sebanding dengan banyaknya H+. Pada tanah‑tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-. Sedangkan pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH 7.
Bila tanah terlalu asam atau terlalu basa maka tanaman akan tumbuh kurang sempurna sekalipun masih bisa tumbuh dan menghasilkan buah. Memang ada beberapa tanaman tertentu yang senang di tanah asam ataupun basa. Ketersediaan unsur hara makro di dalam tanah ini sedikit sedangkan hara mikro seperti Besi dan Aluminium tinggi. Hal ini mengakibatkan tanaman kekurangan hara dan keracunan.
Salah satu upaya yang ditempuh dalam upaya meningkatkan dan memperbaiki lahan masam adalah dengan menurunkan keasaman dan meningkatkan kejenuhan basa yang diperoleh dengan pemberian kapur serta pemupukan. Dengan adanya peningkatan kejenuhan basa, maka pH tanah naik dan unsur hara relatif lebih mudah tersedia.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengatahui lebih jauh mengenai pengertian reaksi tanah, faktor yang mempengaruhi kemasaman, sifat kemasaman tanah, menentukan kemasaman tanah dan pengapuran.

Pengertian Reaksi Tanah
Reaksi tanah merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan reaksi asam atau basa dalam tanah. Sejumlah proses dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan biokimia tanah yang berlansung spesifik. Pengaruh lansung terhadap laju dekomposisi mineral tanah dan bahan organik, pembentukan mineral lempung bahkan pertumbuhan tanaman. Pengaruh tidak lansungnya terhadap kelarutan dan ketersediaan hara tanaman. sebagai contoh perubahan konsentrasi fosfat dengan perubahan pH tanah. Konsentrasi ion H+ yang tinggi bisa meracun bagi tanaman.
Secara teoritis, angka pH berkisar antara 1 sampai 14. Angka satu berarti kepekatan ion hidrogen di dalam tanah ada 10 ‑ 1 atau 1/10 gmol/l. Tanah pada kepekatan ini sangat asam. Sementara angka 14 berarti kepekatan ion hidrogennya 10‑14 gmol/l. Tanah pada angka kepekatan ini sangat basa.
Tanah‑tanah yang ada di Indonesia sangat bervariasi tingkat keasamannya. Ada tanah yang masam seperti Podsolik Merah Kuning, dan latosol Tanah yang alkalis seperti Mediteran Merah Kuning dan Grumosol. Bagi tanah - ­tanah yang bereaksi masam, seringkali tidak atau kurang sesuai bagi pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu pada tanah‑tanah demikian sering dilakukankan pengapuran (liming). bahan- bahan yang digunakan untuk menaikkan pH tanah yang bereaksi masam menjadi mendekati netral dengan harga pH sekitar 6,5.

Faktor Yang Mempengaruhi Kemasaman
Keasaman tanah ditentukan oleh kadar atau kepekatan ion hidrogen di dalarn tanah tersebut. Bila kepekatan ion hidrogen di dalam tanah terlalu tinggi maka tanah akan bereaksi asam. Sebaliknya, bila kepekatan ion hidrogen terIalu rendah maka tanah akan bereaksi basa. Pada kondisi ini kadar kation OH‑ lebih tinggi dari ion H+.
Tanah masam adalah tanah dengan pH rendah karena kandungan H+ yang tinggi. Pada tanah masam lahan kering banyak ditemukan ion Al3+ yang bersifat masam karena dengan air ion tersebut dapat menghasilkan H+. Dalarn keadaan tertentu, yaitu apabila tercapai kcjenuhan ion Al3+ tertentu, terdapat juga ion Al-hidroksida dengan cara sebagai berikut :
Al3+ + 3H2O ----- Al(OH)2+ + H+
Al3+ + OH- ----- Al(OH)2+
dengan demikian dapat menimbulkan variasi kemasaman tanah.
Di daerah rawa‑tawa, tanah masam umumnya disebabkan oleh kandungan asam sulfat yang tinggi. Di daerah ini sering ditemukan tanah sulfat masam karena mengandung, lapisan cat clay yang menjadi sangat masarn bila rawa dikeringkan akibat sulfida menjadi sulfat.
Kebanyakan partikel lempung berinteraksi dengan ion H+. Lempung jenuh hidrogen mengalami dekomposisi spontan. Ion hidrogen menerobos lapisan oktahedral dan menggantikan atom Al. Aluminium yang dilepaskan kemudian dijerap oleh kompleks lempung dan suatu kompleks lempung-Al‑H terbentuk dengan cepat ion. Al3+ dapat terhidrolisis dan menghasilkan ion H+:
H

lempung - Al3+ + 3H2O ---- Al(OH)3 + H-- lempung - = H+
H

Reaksi tersebut menyumbang pada peningkatan konsentrasi ion H+ dalam tanah.
Sumber keasaman atau yang berperan dalam menentukan keasaman pada tanah gambut adalah pirit (senyawa sulfur) dan asam‑asam organik. Tingkat keasaman gambut mempunyai kisaran yang sangat lebar. Keasaman tanah gambut cendrung semakin tinggi jika gambut semakin tebal. Asam‑asam organik yang tanah gambut terdiri dari atas asam humat, asam fulvat, dan asam humin. Pengaruh pirit yaitu pada oksida pirit yang akan menimbulkan keasaman tanah hingga mencapai pH 2 ‑ 3. Pada keadaan ini hampir tidak ada tanaman budidaya yang dapat tumbuh baik. Selain menjadi penghambat pertumbuhan tanaman, pirit menyebabkan terjadinya karatan (corrosion) sehingga mempercepat kerusakan alat‑alat pertanian yang terbuat dari logam.

Sifat Kemasaman Tanah
Terdapat dua jenis reaksi tanah atau kemasaman tanah, yakni kernasaman (reaksi tanah) aktif dan potensial. Reaksi tanah aktif ialah yang diukurnya konsentrasi hidrogen yang terdapat bebas dalam larutan tanah. Reaksi tanah inilah yang diukur pada pemakaiannya sehari‑hari. Reaksi tanah potensial ialah banyaknya kadar hidrogen dapat tukar baik yang terjerap oleh kompleks koloid tanah maupun yang terdapat dalam larutan.
Sejumlah senyawa menyumbang pada pengembangan reaksi tanah yang asam atau basa. Asam‑asam organik dan anorganik, yang dihasilkan oleh penguraian bahan organik tanah , merupakan konstituen tanah yang umum dapat mempengaruhi kemasaman tanah. Respirasi akar tanaman menghasilkan C02 yang akan membentuk H2CO3 dalam air. Air merupakan sumber lain dari sejumlah kecil ion H+. Suatu bagian yang besar dari ion‑ion H+ yang dapat dipertukarkan
H

H---Lempung = H+

H


Ion‑ion H+ tertukarkan tersebut berdisosiasi menjadi ion‑ion H+ bebas. Dcrajat ionisasi dan disosiasi ke dalam larutan tanah menentukan khuluk kemasaman tanah. Ion‑ion H+ yang dapat dipertukarkan merupakan penyebab terbentuknya kemasaman tanah potensial atau cadangan. Besaran dari kemasaman potensial ini dapat ditentukan dengan titrasi tanah. Ion‑ion H+ bebas menciptakan kemasaman aktif. Kemasaman aktif diukur dan dinyatakan sebagai pH tanah. Tipe kemasaman inilah yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Menentukan Kemasaman Tanah
Ada beberapa alat ukur reaksi tanah yang dapat digunakan. Alat yang murah ialah kertas lakmus yang bentuknya berupa gulungan kertas kecil memanjang. Alat lain yang harganya sedikit mahal tetapi dapat dipakai berulang kali dengan hasil pengukuran lebih terjamin adalah pH tester dan soil tester.
Pemakaian kertas lakmus sangat mudah, caranya yaitu : mengambil tanah lapisan dalam, lalu larutkan dengan air murni (aquadest) dalam wadah. Biarkan tanahnya terendam di dasar wadah sehingga airnya menjadi bening kembali. Setelah bening, air tersebut dipindahkan ke wadah lain secara hati‑hati agar tidak keruh. Selanjutnya, ambil sedikit kertas lakmus dan celupkan ka dalam air tersebut. Dalam beberapa saat kertas lakmus akan berubah warna. Cocokan warna pada kertas lakmus dengan skala yang ada pada kemasan kertas lakmus. Skala tersebut telah dilengkapi dengan angka pH masing‑masing Warna. Angka pH tanah tersebut adalah angka dari warna pada kemasan yang cocok dengan warna kertas lakmus Misalnya, angka yang cocok adalah 6 maka pH‑nya 6.
Pemakaian soil tester untuk mendapat pH tanah agak berbeda dengan kertas lakmus. Bentuknya seperti pahat dan berukuran pendek. Oleh karena berbentuk padatan, ada bagian yang runcing. Bagian runcing inilah yang ditancapkan ke tanah hingga pada batas yang dianjurkan. Setelah ditancapkan, sekitar tiga menit kernudian jarum skala yang terletak di bagian atas alat ini akan bergerak. Angka yang ditunjukkan jarum tersebut merupakan pH dari tanah tersebut.
Pemakaian pH tester lebih sederhana dan soil tester penggunaannya untuk megukur nilai pH tanah di lahan yang tidak terlalu luas, sekitar 1‑2 ha. Walaupun demikian, alat ini masih bisa diandalkan. Bagian yang menunjukkan angka pH berbentuk kotak dengan jarum penunjuk angka. Bagian kotak tersebut dihubungkan dengan besi sepanjang 25 cm yang ujungnya runcing dan dilapisi logam elektroda. Besi inilah vang ditancapkan ke tanah. Jumlah besi bisa 1‑2 buah.
Penetapan pH tanah sekarang ini dilakukan dengan elektroda kaca. Elektroda ini terdiri dari suatu bola kaca tipis yang berisi HCL. encer, dan di dalamnya disisipkan kawat Ag‑AgCl, yang berfungsi sebagai elektrodanya dengan tegangan (voltase) tetap. Pada waktu bola kaca tersebut itu dicelupkan ke dalam suatu larutan, timbul suatu perbedaan antara larutan di dalam bola dan larutan tanah di luar bola kaca. Sebelum pengukuran pH dilakukan, kedua elektroda pertama‑tama harus dimasukkan ke dalam suatu larutan yang diketahui pH‑nya (misalnya konsentrasi ion H+ = 1 g/L). Kegiatan ini disebut pembakuan elektroda dan petunjuk pH (pH meter).
Dalam pengukuran pH, elektroda acuan dan elektroda indikator dicelupkan ke dalam suspensi tanah yang heterogen yang terdiri atas partikel‑partikel padat terdispersi dalam suatu larutan aquadest. Jika partikel‑partikel padat dibiarkan mengendap, pH dapat diukur dalam cairan supernatant atau dalam endapan (sedimen). Penempatan pasangan elektroda dalam supernatant biasanya memberikan bacaan pH yang lebih tinggi dari pada penempatan dalam sedimen. Perbedaan dalam bacaan pH ini disebut pengaruh suspensi. Pengadukan suspensi tanah sebelum pengukuran tidak akan memecahkan masalah tersebut, karena prosedur ini memberikan bacaan yang tidak stabil.


Pengapuran
Kapur merupakan salah satu bahan mineral yang dihasilkan melalui proses pelapukan dan pelarutan dari batu‑batuan yang terdapat dari dalam tanah. Mineral utama penyusun kapur adalah kalsit dan dolomit yang tergolong dalam mineral sekunder. Kapur menurut susunan kimia adalah CaO, tetapi istilah kapur adalah senyawa bentuk karbonat kapur dengan CaCO3 dan MgCO3 sebagai komponen utarna. Bentuk oksidanya yaitu CaO, dapat dihasilkan dengan memanaskan kalsium karbonat dan menghilangkan karbondioksidanya. Bentuk hidroksidanya dapat terbentuk dengan membasahi atau menambahkan air pada bentuk oksidanya.
Tanah masam umumnya tidak produktif. Untuk meningkatkan produktifitas tanah tersebut, pemberian kapur adalah cara yang tepat. Beberapa keuntungan dari pengapuran adalah : 1) fosfat menjadi lebih tersedia, 2) kalium menjadi lebih efisien dalam unsur hara tanaman, 3) struktur tanahnya menjadi baik dan kehidupan organisme dalam tanah lebih giat, 4) menambah Ca dan Mg bila yang digunakan adalah dolomin, dan 5) kelarutan zat‑zat yang sifatnya meracun tanaman menjadi menurun dan unsur lain tidak banyak terbuang.
Selain tanah‑tanah yang bereaksi masam, terdapat pula tanah yang, bereaksi alkalis (basa) dengan derajat pH lebih dari 8.0. Tanah‑tanah demikian perlu diturunkan pH nya sampai mendekati netral agar permanfaatannya untuk berusaha tani lebih baik. Usaha untuk menurunkan pH pada tanah yang reaksinya alkalis dapat dilakukan dengan memberikan beberapa bahan, yaitu tepung belerang (S).
Cara pengapuran dengan bahan pengapur untuk menaikkan pH tanah yang paling umum pada tanah‑tanah pertanian yang menghendaki perbaikan derajat keasamannya adalah dengan cara disebar dan disemprotkan.
Pada cara disebar, sebulan sebelum penanaman dilaksanakan, kapur bakar atau kapur mati diberikan dengan jalan disebar merata di permukaan tanah. Pada pengolahan tanah terakhir (menghaluskan dan meratakan), kapur diaduk dengan tanah agar butir‑butir kapur masuk ke dalam lapisan tanah. Bila yang digunakan tepung batu kapur (kapur pertanian) hendaknya diberikan jauh lebih awal daripada kapur bakar maupun kapur mati. Cara pemberian dengan disebar biasa dilaksanakan pada penanaman kedelai, dengan menggunakan dosis 2 ‑ 4 ton kapur mati per hektar.
Pengapuran dengan cara disemprotkan biasa dilakukan pada tanaman kacang tanah. Pada tanaman ini pengapuran merupakan suatu pekerjaan yang baik untuk menyediakan unsur Ca bagi tanarnan kacang tanah. Hal ini disebabkan karena kebutuhan Ca pada kacang tanah adalah besar terutama untuk pembentukan polong.
Cara pemberian tepung belerang adalah pada saat pengolahan tanah tepung belerang ditaburkan di atas permukaan tanah. Pada pengolahan selanjutnya tepung belerang akan diaduk atau teraduk ke dalam lapisan tanah. Sedangkan cara pernberian gypsum adalah tepung gypsum halus ditebarkan pada permukaan tanah kemudian diaduk dengan tanah. Jumlah gypsum yang dibutuhkan untuk menurunkan pH dari derajat basa sampai mendekati netral adalah 6 ton per hektar, tergantung, pada alkalinitas asal dan jenis tanahnya. Setelah pemberian tepung gypsum dilaksanakan, lahan harus dialiri dengan air tawar.
Bila ada kelebihan pemberian kapur, yaitu penambahan kapur melebihi pH tanah yang diperlukan oleh pertumbuhan optimum tanaman, biasanya tanaman akan memberikan tanggapan terhadap pengapuran akan sangat menderita, terutama pada tahun pertama pemberian kapur. Pemberian kapur dalam jumlah sedang pada tanah berat tidak akan memberikan pengaruh buruk. Tetapi, pada tanah berpasir atau berdebu dan bahan organik rendah jumlah pemberian kapur yang sama menyebabkan banyak tanaman menderita. Pengaruh buruk yang dapat terjadi adalah : 1 ) kekurangan besi, mangan, tembaga dan seng, 2) Ketersediaan fosfor mungkin menurun karena pembentukan senyawa kompleks dan tidak larut, 3) Serapan fostor dan penggunaannya dalarn metabolisme tanaman dapat terganggu, 4) serapan boron dan penggunaannya dapat terganggu dan 5) perubahan pH yang meningkat cepat dapat berpengaruh buruk. Dengan begitu kerusakan akibat kelebihan kapur sukar diterangkan secara memuaskan, karena adanya hubungan biokoloidal yang kompleks dalam tanah.
Untuk menentukan banyaknya kapur yang diperlukan untuk tiap-tiap hektar tanah diperlukan beberapa cara antara kain, yaitu :
1) Metode SMP (Schoemaker, McLean, dan Pratt). Metode ini dilanjutkan dengan mengukur jumlah H+ dan Al3+ yang dapat dipertukarkan dan larut dengan menggunakan larutan SMP buffer. Prosedurnya yaitu terlebih dahulu mengocok tanah dengan air destilat kemudian diukur pH-nya. Dengan kertas lakmus atau pH meter. Bila tanah tersebut tergolong masam, maka pengukuran dilanjutkan dengan menambah larutan SMP buffer lalu dikocok. Kemudian diukur lagi pH-nya. Berdasarkan metode ini maka kebutuhan kapur dapat diketahui melalui tabl kebutuhan kapur.
2) Metode berdasarkan kadar Al-dd tanah permukaan, yaitu kadar Al-dd yang diekstrak dengan larutan KCl 1 N.

Kesimpulan
Reaksi tanah menunjukkan keasaman dan kebasaan tanah dan dinyatakan sebagai pH. Keasaman tanah ditentukan oleh kadar atau kepekatan ion hidrogen yang beredar di dalam tanah tersebut. Bila kepekatan ion hidrogen (H+ ) di dalam tanah tinggi maka tanah disebut asam Sebaliknya, bila kepekatan ion hidrogen terlalu rendah maka tanali disebut basa. Pada kondisi ini kadar kation OH‑ lebih tinggi dari H+.
Reaksi tanah dibedakan menjadi kemasaman (reaksi tanah) aktif dan potensial. Reaksi tanah aktif ialah yang diukurnya konsentrasi hidrogen yang terdapat bebas dalam larutan tanah. Reaksi tanah potensial ialah banyaknya kadar hidrogen dapat tukar baik yang terjerap oleh kompleks koloid tanah maupun yang terdapat dalarn larutan.
Tanah masam karena kandungan H+ yang tinggi dan banyak ion AL3+ yang bersifat masam karena dengan air ion tersebut dapat menghasilkan H+. Di daerah rawa‑rawa atau tanah gambut, tanah masam umumnya disebabkan oleh kandungan asam sulfat yang tinggi.
Pengapuran merupakan salah satu cara untuk memperbaiki tanah yang bereaksi asam atau basa. Tujuan dari pengapuran adalah untuk menaikkan pH tanah sehingga karenanya unsur‑unsur hara menjadi lebih tersedia, memperbaiki struktur tanahnya sehingga kehidupan organisme dalam tanah lebih giat, dan menurunkan kelarutan zat‑zat yang sifatnya meracuni tanaman dan unsur lain tidak banyak terbuang.

NEGOSIASI BISNIS INTERNASIONAL LINTAS BUDAYA


LATAR BELAKANG
Era globalisasi telah membuat mobilitas manusia dan pertukaran informasi. Komunikasi internasional terjadi antara berbagai budaya yang berbeda. Dalam bisnis internasional, pasti pernah menghadapi berbagai ketidakpahaman/perbedaan terhadap relasi yang berbeda budaya. Segala aturan mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh menurut budaya mereka sudah dilakukan namun kadang tetap gagal membangun komunikasi.
Menurut Hardjana (2003), komunikasi berarti pemberitahuan pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran atau hubungan. Esensi komunikasi terletak pada proses, yakni aktivitas yang “melayani” hubungan antar pengirim dan penerima pesan melampaui ruang dan waktu. Guo-Ming Chen dan William J. Strarosta mengatakan bahwa komunikasi antar budaya ini adalah proses negosiasi antar orang dari budaya berbeda. Saat ini, para usahawan internasional semakin banyak menyadari bahwa bekerja dilingkungan multi-kultural harus siap berhadapan dengan perbedaan nyata dalam segala hal, mulai dari gaya komunikasi, etika sosial, hingga nilai-nilai dasar. Berhasil diterima dengan tangan terbuka oleh rekan asing dan berhasil mengubah perbedaan kultural menjadi keunggulan kompetitif yang jauh lebih baik formalitas bisnis.. Oleh karena itu harus dikembangkan rencana negosiasi, yang akan meminimalkan kesalah pahaman dan konflik potensial.
Tujuan penulisan makalah ini untuk mempelajari solusi pemecahan masalah pada negosiasi bisnis internasional lintas budaya.

NEGOSIASI DALAM DUNIA BISNIS
Bernegosiasi dalam dunia bisnis merupakan hal terpenting untuk mencapai tujuan. Negosiasi adalah mengenai sikap. Orang dari budaya yang berbeda akan menggunakan gaya negosiasi dan pendekatan yang berbeda. Beberapa budaya memandang proses negosiasisebagai situasi “win-win” (menang-menang), yaitu suatu proses dimana kedua pihak memperoleh hasil. Budaya lain menerapkan mental zero sum (jumlah nol) di mana perolehan seseorang harus selalu setara dengan kerugian seseorang yang lain. Jumlah perolehan netto dan kerugian netto selalu nol. Individu dari budaya yang memandang negosiasi sebagai prisma “win-lose” (“menang-kalah”) ini melihat proses tersebut sebagai sutau rangkaian pertarungan menjadi menang-kalah. Sebaliknya individu dari perspektif”menang-menang” memandang negosiasi sebagai upaya kolaborasi mencari perolehan total yang maksimal. Pola umum negosiasi bisnis adalah penjual lebih suka melakukan pendekatan menang-menang, sementara pembeli cenderung kearah zero sum game (permainan jumlah nol).
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Komunikasi dan kebudayaaan tidak sekedar dua kata tetapi dua konsep yang tidak dapat dipisahkan, “harus dicatat bahwa studi komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang menekankan pada efek kebudayaan terhadap komunikasi (William B. Hart II, 1996). Definisi komunikasi antarbudaya yang paling sederhana, yakni komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaannya. .Dalam kenyataan sosial disebutkan bahwa manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau tidak berkomunikasi. Demikian pula dapat dikatakan bahwa interaksi antarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antar budaya.
Pada hakekatnya proses komunikasi antar budaya sama dengan proses komunikasi lain, yakni suatu proses yang interaktif dan transaksional serta dinamis. Komunikasi yang interaktif adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator dengan komunikan dalam dua arah/timbal balik (two way communication) namun masih berada pada tahap rendah (Wahlstrom, 1992). Komunikasi transaksional meliputi 3 unsur penting, yakni ; (1) keterlibatan emosional yang tinggi berlansung berkesinambungan atas pertukaran pesan ; (2) peristiwa komunikasi meliputi seri waktu yang berkaitan dengan masa lalu, kini dan akan datang ; dan (3) partisipan dalam komunikasi antarbudaya menjalankan peran tertentu. Komunikasi bersifat dinamis karena proses tersebut berlansung dalam konteks sosial yang hidup, berkembang dan berubah-ubah berdasarkan waktu, situasi dan kondisi. Ketiga proses tersebut harus didukung unsur-unsur komunikasi yang lengkap, yaitu komunikator, komunikan, pesan/simbol, media, efek/umpan balik, suasana dan gangguan yang terjadi dalam komunikasi.
Dalam komunikasi antarbudaya harus dibangun komunikasi yang efektif. Sedikitnya ada lima aspek yang harus dipahami, yaitu (1) kejelasan (clarity) ; (2) ketepatan (accuracy) ; (3) konteks (contex) ; (4) alur (flow) dan (50 budaya (culture). Berikut ini strategis komunikasi yaitu dengan lebih mengenal mitra bicara, mengetahui tujuan komunikasi tersebut, memperhatikan konteks, mempelajari budaya dan memahami bahasa. Komunikasi yang efektif antarbudaya harus didahului oleh hubungan antarbudaya yang harmonis supaya pencapaian informasi sesuai harapan.
PEMECAHAN MASALAH
Fase paling kritis dari bisnis internasional adalah negosiasi pertama, dan oleh karenanya persiapan yang panjang sangat penting. Berikut beberapa tip persiapan negosiasi :
1. Adalah penting untuk memahami pentingnya kedudukan di Negara lain ; mengetahui siapa pengambil keputusan, membiasakan dengan gaya bisnis perusahaan asing ; dan mengetahui masalah-masalah dengan baik.
2. Prioritaskan apa-apa yang paling penting yaitu kebutuhan dan pisahkan poin-poin tersebut dari yang kurang penting yaitu keinginan. Cara ini akan memungkinkan fokus pada apa yang terpenting dalam agenda.
3. Belajarlah dari pengalaman. Apa yang berhasil di masa lalu bagi anda atau orang lain di perusahaan anda dalam situasi negosiasi tertentu mungkin dapat berhasil kembali.
4. Susun profil dari lawan negosiasi anda.
5. Apakah mereka berorientasi pada tugas atau pada hubungan.
6. Bagaimana mereka memproses informasi ? Apakah mereka dari budaya high-contex atau low-contex ? Apa isu-isu penting dalam budaya mereka ?
7. Bagaimana konsep harga diri dalam budaya mitra anda ?
8. Bagaimana horizon waktu mereka ?
9. Apakah gaya komunikasi mereka lansung atau tidak lansung ?
10. Apakah mereka menganut filosofi zero sum atau strategis menang-menang ?
11. Apakah diharapkan mencapai kesepakatan formal atau lebih pada kesepakatan dalam prinsip saja ?
12. Pahami proses pengambilan keputusan mereka. Apakah berdasarkan konsensus ? Atau individualistis ? Seberapa tidak suka budaya mereka dengan resiko ?
13. Kembangkan suatu gagasan mengenai gaya personal mitra pasangan negosiasi utama anda. Apakah mereka agresif ? Pasif ? Terdorong oleh ego ? Apakah mereka mengandalkan intimidasi ? Keras kepala, arogan ? Kearah praktek mengikuti kebijakan yang berbahaya sejauh itu mungkin ? Apakah individu tersebut kompetitif atau kooperatif ? Bicarakan dengan tim anda mengenai ciri-ciri yang mereka amati
Setiap tim negosiasi harus ikut dengan sasaran yang jelas mengenai apa yang mereka inginkan dari negosiasi, dan strategi apa yang digunakan untuk mencapainya. Pahami sifat kesepakatan dalam suatu negara, seberapa signifikan suatu isyarat serta etika negosiasi. Beberapa cara yang penting dilakukan adalah :
1. karena sulitnya komunikasi lintas budaya, maka sangat penting bahwa anda memberikan argument yang jelas dan tidak rumit. Gunakan bahasa yang sederhana
2. siapkan daftar posisi potensial yang mungkin diambil pihak lain. Latihan percobaan ini untuk memastikan supaya anda tidak terkejut dan memiliki strategis alternatif untuk menghadapinya.
3. bersiaplah untuk memanfaatkan posisi anda jika anda sebagai pembei atau investor. Sebaliknya, kenali kekuatan dari posisi menjual.
4. suatu debat tidak akan menggeser anda mendekati sasaran
5. biarkan pihak lain mengambil tindakan pertama. Dengan cara ini anda dapat menilai tinggkat aspirasi pihak lain. Jika anda membuka lebih dulu maka ada kemungkinan anda memberi lebih dari yang diperlukan
6. bersiaplah untuk meninggalkan kesepakatan. Seringkali, tidak ada kesepakatan lebih baik daripada kesepakatan yang buruk.
Apabila dalam negosiasi terjadi konflik maka para sosiolog telah mengidentifikasikan lima metodde dasar penyelesaian yang ditemukan dalam berbagai tingkat di semua budaya sebagai berikut :
1. Kompromi ; tidak lebih dari kemauan untuk “memecahkan perbedaan”, ini merupakan pendekatan yang akdang-kadang diterapkan oleh para negosiator dari budaya paham “menang-menang”. Yang paling umum adalah gaya penjualan.
2. Bersedia menolong, merupakan pilihan bagi mereka dalam posisi lemah.
3. Menghindar : umumnya dalam budaya yang menghindari resiko, namun pendekatan ini dapat mengarahkan pada kontrak yang kabur, yang akan menimbulkan masalah ketika detilnya akan ditangani.
4. Integrasi : suatu pendekatan analitis yang mencoba mencampur prioritas dari dua pihak berlawanan untuk mencapai kesepakatan.
5. Dominasi : umumnua dalam budaya individualistis di mana para negosiator hanya peduli dengan menang. Mereka memakai pendekatan ini cenderung untuk melihat negosiasi sebagai zero sum game. Yang paling utama adalah gaya pembeli/investor.
KESIMPULAN
Pada dunia bisnis internasional seringkali para usahawan berinteraksi dengan berbagai relasi dari berbagai negara dengan budaya yang berbeda. Dalam menjalankan negosiasi perlu dipahami dan dipelajari komunikasi yang efektif antar budaya sehingga mampu meminimalisasikan konflik yang akan terjadi. Proses negosiasi awal merupakan hal terpenting sehingga perlu berbagai strategi dan langkah yang tepat supaya tercapai kesepakatan.
Apabila tetap terjadi konflik dalam proses negosiasi, maka ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk memenyelesaikannya, yaitu kompromi, bersedia menolong, menghindar, integrasi dan dominasi. Pemilihan salah satu metode ini harus disesuaikan dengan budaya dari relasi bisnis sehingga masalah yang dihadapi bisa diselesaikan dengan sukses tanpa menimbulkan masalah baru

Minggu, 09 Desember 2007


PEMAMFAATAN LAHAN PASANG SURUT UNTUK PERSAWAHAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI PADI

Latar Belakang
Tanaman padi (Oryza sativa L) merupakan komoditi utama karena fungsinya sebagai sumber makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Akhir-akhir ini isu tentang ketahanan pangan (food security) semakin bekembang. Padi mulai memiliki multi fungsi bukan hanya sebagai bahan pokok saja tetapi juga menjadi sumber penghidupan, lapangan berusaha, sumber devisa, dan berfungsi dalam mempertahankan stabilitas sosial-keamanan (Soleh Solahuddin, 1998).
Penyusutan lahan persawahan dari tahun ke tahun semakin dirasakan karena pesatnya pembangunan, khususnya di pulau Jawa. Alih fungsi yang terjadi menyebabkan penurunan pasokan pangan terutama padi. Hilangnya satu hektar lahan persawahan (produktivitas rata-rata 4,5 ton GKG/ha) identik dengan hilangnya produksi beras sebesar 4,5 juta ton beras/musim tanam (Muhammad Noor, 1996). Perluasan lahan pertanian dengan cara memamfaatkan lahan-lahan marjinal, diantaranya lahan pasang surut. Hal ini dianggap mampu menggantikan kehilangan produksi yang terjadi tersebut.
Lahan pasang surut merupakan lahan yang penyebarannya cukup luas. Di Indonesia terdapat sekitar 20,10 juta ha lahan pasang surut di tiga pulau besar, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Widjaja Adhi et al., 1992). Sebagian besar dari luasan tersebut belum dimamfaatkan secara maksimal. Usaha pemamfaatan lahan pasang surut di kawasan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah dimulai sekitar 200 tahun yang lalu secara tradisional.
Pada sekitar tahun 1920-an mulai dilakukan berbagai pembangunan di daerah lahan pasang surut antara lain: jalan, transmigrasi dan pembuatan saluran drainase. Program ini ternyata cukup berhasil sehingga mengilhami pemerintah untuk melakukan pembukaan lahan pasang surut secara besar-besaran dengan dibentuknya Tim Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P4S). Hal ini membuat wilayah ini mulai dikenal sebagai salah satu lumbung padi di Indonesia. Bahkan ketika Indonesia menjadi negara swaembada beras ( tahun 1984) ternyata 59.1 % didukung dari hasil padi di lahan pasang surut (Isdijanto Ar-Riza et al., 1997).
Pemanfaatan lahan pasang surut terutama untuk tanaman padi menghadapi berbagai kendala. Secara garis besar meliputi, rendahnya kesuburan tanah karena kemasaman tanah yang tinggi (pH 3,0-4,5), kahat hara makro, adanya ion atau senyawa yang meracun (Al, Fe, SO4) dan bahan organik yang belum terdekomposisi. Selain itu keadaan tata airnya yang kurang baik menjadi faktor pembatas dalam pengelolaan (Muhammad Noor, 1996).
Meskipun dalam pemamfaatannya menghadapi banyak kendala, namun lahan pasang surut memberi harapan dan prospek yang baik. Karena potensi lahannya yang sangat luas apabila diusahakan secara intensif maka dapat meningkatkan produksi padi di masa datang. Selain itu vegetasi alami yang tumbuh di lahan pasang surut bisa menjadi sumber bahan organik yang aman dalam meningkatkan kesuburan tanah. pada lahan pasang surut penggunaan pupuk dapat dikurangi sehingga biaya yang dikeluarkan petani dapat ditekan.
Tulisan ini mencoba untuk menjawab pertanyaan mengenai alternatif pemamfaatan lahan pasang surut uintuk persawahan dalam peranannya untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi pangan khususnya padi secara berkesinambungan.
Diharapkan dengan penjelasan yang diberikan melalui tulisan ini para pembaca akan semakin lebih mengetahui potensi pemamfaatan lahan pasang surut untuk persawahan dalam upaya meningkatkan produksi padi terutama dalam rangka mewujudkan pertanian yang berkesinambungan
Kendala dan Upaya Pemanfaatan Lahan Pasang Surut
Lahan pasang surut biasanya dicirikan oleh kombinasi bebeerapa kendala seperti ( Anwarhan dan Sulaiman, 1985):
1. pH rendah
2. genangan yang dalam
3. akumulasi zatzat beracun ( besi dan aluminium)
4. salinitas tinggi, kekurangan unsur hara
5. serangan hama dan penyakit
6. tumbuhnya gulma yang dominan.
Pemanfaatan lahan pasangan surut terutama tipe A dan tipe B yaitu sistem persawahan karena sistem ini paling tepat dan aman terutama terhadap kendala yang ditimbulkan akibat sifat fisik dan kimia tanah. Sistem sawah akan membuat tanah tetap dalam keadaan reduksi dan pada keadaan ini pirit tetap stabil di dalam tanah sehingga tidak membahayakan bagi tanaman padi (Widjaya-Adhi et al., 1992). Berhubungan dengan sistem ini maka pemilihan varietas yang sesuai, pengelolaan air dan pemanfaatan vegetasi alami merupakan kunci utama dalam memperoleh hasil yang optimal dan berkesinambungan.
A. Pemilihan varietas untuk persawahan
Sebagian besar petani di lahan pasang surut menggunakan padi varietas lokal. Di kalimantan selatan terdapat lebih dari 100 jenis padi lokal. Meskipun masa semai sampai panen hampir satu tahun tetapi ada banyak keunggulannya antara lain :
1. Kegiatan budidaya padi lokal sekali setahun dimulai bulan April- Mei dan air di lahan mulai surut sehingga siap dilakukan penanaman.
2. Keadaan air cukup dalam ( bagi padi ungggul) pada saat tanam sedangkan padi lokal mampu tumbuh karena mempunyai batang yang cukup tinggi sehingga keadaan ini mengurangi serangan gulma. Saaat air lebih surut maka kanopi padi sudah sempurna menutupi permukaan tanah. akibatnya gulma yang tumbuh relatif kecil. Serangan hama walang sangit biasa menyerang pada bulan juni dapat dihindari karena fase masak susu terjadi pada bulan juli. Disamping itu, padi lokal biasa dipanen bulan Agustus-September sehinggga menghindari serangan tikus.
3. Pada musim tanam bulan April konsentrasi senyawa meracun seperti garam dan besi mulai menurun (Hasegawa et al., 2003). Hal ini disebabkan curah hujan bulan Desember-Maret yang tinggi, air hujan mengencerkan senyawa merracun pada level yang tidak mmbahayakan.
4. Varietas padi lokal mampu tumbuh pada suasana masam .
5. Akar padi varietas lokal (kal-sel) mampu mengeluarkan eksudat sehingga membuat pH di sekitar rhizoplane jauh lebih tinggi dibandingkan pH tanah. hal ini berasosiasi dengan adanya peningkatan ammonia (NH3) yang berasal dari orgaisme penambat N yaitu Spingomonas sp yang hidup di rhizoplane padi lokal
6. Hasil antara 2 – 3 ton gabah/ha bahkan ada beberapa varietas yang mempunyai hasil > 3 ton/ha (tabel 4)
Berikut ini uji daya hasil padi lokal di Kalimantan Selatan (Erry Purnomo et al., 2002) menurut Varietas lokal, Hasil padi (g/m2) adalah Siam ubi, 534 ;Siam arjuna , 268 ;Lakatan, 507; Siam kalubut, 267;Kawi, 487; Siam lantik, 264 ; Lakatan gandur, 42; Siam babirik, 251; Siam puntal, 412; Raden rata, 251; Siam pontianak halus , 387 ;Siam panangah, 242 ; Pal 6, 383 ; Pandak kambang, 242 ;Siam tanggung, 371; Siam pandak, 226 ; Palun, 349 ; Siam adus, 221; Bayar palas, 342; Jurut, 208 ; Bayar pahit, 335; Siam pangling, 203 ; Pal 11, 328 ; Siam lantik putih, 201; Siam birik, 314 ; Siam unus kuning, 187 ;Unus gampa, 304 ;Lemo kwatik, 186 ; Siam pontianak tinggi, 302; Perak, 186 ; Pandak manggar, 296 ; Siam karang dukuh, 184 ;lemo putih, 296; Unus organik, 177 ; Pandak putih, 283; Siam PX, 171 ;Siam rata, 282 ; Lakatan putih, 168
B. Pengelolaan tata air
Sistem tata air yang telah dikembangkan untuk reklamasi lahan pasang surut terdapat empat sistem yaitu sistem controllled drainage (sistem Handil), sistem Tidal Swamp Canalization ( sistem anjir), sistem garpu dan sistem sisir (Departemen Pertanian, 1985 ; Muhammad Noor, 2000).
1. Sistem controllled drainage (sistem Handil).
Kata handil diambil dari kata anndeel dalam bahasa Belanda yang artinya kerjasama, gotong royong. Sistem controllled drainage (sistem Handil) merupakan penyempurnaan dari sistem rakyat yang didasarkan pada sistem tradisional. Rancangannya sangat sederhana dengan membuat saluran yang menjorok masuk dari muara sungai di kiri dan kanan sungai untuk keperluan drainase dan pengairan. Saluran berukuran lebar 2m – 3m, dalam 0,5 – 1 m, dan panjang masuk dari muara sungai 2 km – 3 km. Jarak antara handil satu dengan yang lainnya berkisar 200 m – 300 m. panjang handil biusa ditambah atau diperluas mencapai 20 – 60 ha ( Idak, 1982 ; Noorsyamsi et al., 1984).
Pada pinggiran handil dibuat saluran-saluran yang tegak lurus sehingga suatu handil dengan jaringan saluran-salurannya menyerupai bangunan sirip ikan atau daun tulang nangka. Sistem ini mengandalkan tenaga pasang untuk mengalirkan air sungai ke saluran-saluran handil dan parit kongsi, kemudian mengeluarkannya ke arah sungai jika surut.
2. Sistem Tidal Swamp Canalization ( sistem anjir)
Sistem Tidal Swamp Canalization ( sistem anjir) yaitu sistem tata air makrodengan pembuatan saluran yang menghubungkan dua sungai besar. Saluran induk berfungsi sebagai saluran pemberi pada waktu pasang dan sebagai saluran pembuang pada waktu surut.
3. Sistem garpu
Sistem garpu adalah sistem tata air dirancang dengan saluran-saluran yang dibuat dari pingir sungai masuk menjorok ke pedalaman berupa saluran navigasi dan saluran primer, kemudian disusul dengan saluran sekunder yang terdiri atas dua saluran cabang sehingga jaringan berbentuk menyerupai garpu. Ukuran lebar saluran primer antara 10 m- 20 m . ukuran lebar saluran sekunder antara 5 m – 10 m (Notohadiprawiro, 1996). Pada setiap ujung saluran sekunder dibuat kolam yang berukuran luas sekitar 90.000 m2 (300m x 300m) sampai dengan 200.000 m2 (400mx 500 m) dengan kedalaman antara 2,5 m – 3,0 m. Kolam ini berfungsi untuk menampung sementara unsur dan senyawaberacun pada saat pasang, kemudian diharapkan keluar mengikuti surutnya air.
4. Sistem sisir
Sistem sisir merupakan pengembangan sistem anjir yang dialihkan menjadi satu saluran utama atau dua saluran primer yang membentuk sejajar sungai. Panjang saluran sekunder mencapai 10 km. Pada sistem ini dubuat saluran pemberi air dan saluran pembuangan berbeda. Pada setiap saluran tersier dipasang pintu air yang bersifat otomatis (aeroflapegate). Pintu ini bekerja secara otomatis mengatur tinggi muka air sesuai pasang dan surut.
C. Potensi vegetasi alami (gulma)lahan pasang surut
Ada berbagai spesies yang tumbuh di lahan pasang berdasrkan hasil inventarisasi gula yang dijumpai sebanyak 181 spesies yang terdiri dari tiga golongan, yakni golongan rumput, golongn teki dan golongan berdaun lebar. Gulma ini bukan hanya sebagai tanaman pengganggu bagi tanaman padi tetapi sangat bermanfaat.
Gulma mampu tumbuh dengan sangat cepat sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan organik sumber unsur-unsur hara yang berguna bagi tanaman, seperti Azollae pinata yang mampu menambat N. Pemanfaatan ini sangat berarti besar dalam usaha menjaga nilai kesuburan tanah.. Teknik pemanfaatanya sudah diterapkan oleh petani, diantaranya ketika penyiangan maka gulma yang dicabuk dibenamkan kembali kedalam tanah dan cara ini dapat menyuburkan tanah tanpa
memerlukan masukan dari pupuk .
Dengan memperhatikan berbagai aspek mulai dari karakteristik, potensi dan kendala yang dihadapi, maka solusi yang terbaik dalam pemanfaatan lahan pasang surut untuk meningkatkan produksi padi tanpa harus meniggalkan kaidah pertanian yang berkesinambungan dengan berwawasan lingkungan. Sehingga di masa yang akan datang lahan pasang suruttidak menjadi lahan yang terdegradasi dan rusak. Hal yang terpenting adalah lahan pasang surut mampu memberi hasil dsan keuntungan bagi petani.
Kesimpulan
Sebaran lahan pasang surut yang cukup luas mampu menjadi alternatif lahan pertanian yang mulai menyusut. Peningkatan kebutuhan penduduk akan padi sebagai bahan makanan pokok menyebabkan lahan-lahan marginal mulai diperhatikan. Pemanfaatan lahan pasang surut dengan sistem persawahan sangat sesuai dengan karakteristiknya. Namun dalam pemanfaatanya terdapat berbagai kendala yang harus dihadapi sehingga hasil yang diperoleh menjadi optimal. Pengeloaan yang salah akan mengakibatkan kegagalan yang menyebabkan kerusakan pada lahan pasang surut tersebut. Oleh karena itu cara pengelolan yang efektif harus mengikuti kondisi alamiahnya. Pemilihan varietas lokal yang sudah terkenal mampu beradaptasi dengan lingkungan yang kurang baik tersebut merupakan faktor penting. Selain berdaya hasil yang cukup tinggi ternyata padi lokal mampu menciptaksan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Keunggulan lainnya padi lokal juga mampu menyediakan hara terutama nitrogen melalui aktivitas mikroorganisme penambat N yang hidup di rhizoplane padi lokal. Keadaan ini juga harus ditunjang dengan sistem pengelolaan tata air yang baik dan sesuai dengan tipe lahan pasang surut yang ada. Salah satu lagi keunggulan lahan pasang surut adalah kaya akan berbagai vegetasi alamiah yang mampu digunaakn sebagai sumber bahan organi bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan bahan organik mampu menjadi sumber unsur hara bagi tanaman dengan cara mengembalikannya kembali kedalam tanah sehingga nilai kesuburan tanah dari lahan pasang surut dapat terus meningkat. Pasokan hara yang cukup ini akan lebih menguntungkan bagi petani karena tidak diperlukan lagi masukan hara melalui pemupukan yang intensif. Hal ini juga mencegah degradasi lahan akibat zat-zat kimia tambahan yang masuk ke dalam tanah. sehingga pemanfaatan lahan pasang surut untuk persawahan dalam upaya meningkatkan produksi padi akan tercapai serta berwawasan lingkungn yang memenuhi kaidah pertanian berkesinambungan.
Rekomendasi
Diperlukan sekali penelitian-peneliatian serta datsa-data informasi yang lebih komprehensif dan lebih detil sebagai acuan dalam rangka mengelola dan memanfatkan lahan pasang surut, khususnya yang ada di kalimantan selatan sehingga dapat berdayaguna secara maksimal terutama bagi petani yang telah lama mengusahakan lahan pasang surut.

Sabtu, 01 Desember 2007

DIGITASI SECARA MANUAL (ARCINFO) DAN ON SREEN (ARCVIEW VERSI 3X

I. DIGITASI MANUAL

Dalam pemasukan data spasial dilakukan secara manual paling umum dalam proses konversi peta analogb menjadi peta digital dengan menggunakan meja digitasi. Cara kerjanya adalah dengan mengkonversi fitur-fitur spasial yanag ada pada peta menjadi kumpulan koordinat x,y. proses ini memeelukan sumber peta analog dengan kualitas tinggi. Kemudian untuk digitasi diperlukan ketelitian dan konsentrasi tinggi dari operator. Pada praktikum kali ini digunakan perangkat lunak ArcInfo.

Kelebihan dari perangkat lunak tersebut adalah :
1. Berbasiskan topology karena mempunyai hubungan spasial antar masing-masing fitur pada peta. Konsep dasar topology :
- konektivitas (topology arc-node). Arc dihubungkan satu dan lainnya dengan node
- luasan (topology polygon-arc). Arc yang terhubung awal dan akhirnya menghasilkan suatu polygon.
- Kontinguitas (topology kiri-kanan). Arc mempunyai arah dan sisi kiri dan kanan.
2. Penyimpanan data lebih efesien, sehingga pemrosesan data lebih cepat.
3. Proses pemasukan dengan meja digitizer lebih cepat.

Kelemahan dari perangkat lunak ArcInfo adalah :
1. Sebelum menggunakan perangkat lunak ini maka operator harus mengetahui arti tanda-tanda baca komputer yang begitu banyak untuk memberi perintah yang lazim digunakan.
2. Proses editing cukup rumit karena bisa terjadi kesalahan-kesalahan digitasi seperti node semu, node menggantung, terlalu banyak titik label atau kurangnya titik label.
3. Sering terjadi kerusakan pada meja digitizer sehingga penentuan koordinat memerlukan ketelitian tinggi sehingga pengerjaannya memerlukan waktu lama.
4. Operator memerlukan konsentrasi tinggi karena harus memperhatikan pemasukan data pada meja digitizer dan sekaligus memperhatikan output pada layar komputer.

II. DIGITASI ON SCREEN

Teknik digitasi ini mirip dengan pendekatan pemasukan koordinat geometris karena konsep dasarnya adalah perhitungan matematis. Tahap pertama yaitu proses penyiaman peta dengan alat penyiam untuk mengkonversi peta ke format digital sehingga bisa dilakukan digitasi. Untuk mendapatkan data koordinat yang benar maka peta hasil digitasi tersebut harus diregistrasi dengan referensi bumi yang telah dikenali. Kegiatan ini dapat dilakukan baik sebelum maupun sesudah proses pendigitasian.

Pada praktikum digunakan perangkat lunak Arcview versi 3x. Adapun kelebihannya, yaitu :
1. Bisa memasukkan data penginderaan jauh, seperti citra satelit.
2. waktu dan biaya lebih efesien
3. Dapat digunakan untuk mendeteksi kenampakan yang tidak kelihatan di peta dengan bantuan zoom.
4. pengerjaannya cukup mudah karena pendijitasian dilakukan mengikuti garis-garis atau gambar lainnya yang terlihat di layar untuk menggantikan tampilan dengan garis dan titik yang baru.
Kelemahan perangkat lunak ini, yaitu :
1. Memerlukan fasilitas penyimpanan data (memory)yang besar karena datanya kompleks.
2. Proses editing dan analisa memerlukan extension tambahan yang harus di download ulang.
3. Kesulitan pencarian letak data kembali apabila menyimpan di sembarangan folder.